Thursday, December 12, 2013

Awww... Mata Pelajaran Bahasa Inggris Dihapus dari Kurikulum SD?? Ini Pandangan Saya

Kopi panas sore ini seharusnya terasa lebih nikmat dari biasanya. Di luar hujan masih turun sejak siang. Di meja ada sepiring besar bolu hangat buatan sendiri untuk teman mengopi. Hampir sempurna bukan? Hanya sajaaa, ada satu hal yang membuat kopi sore ini menjadi berkurang kenikmatannya. Kabar yang disiarkan salah satu stasiun televisi sore ini menyebutkan bahwa mata pelajaran Bahasa Inggris akan dihapus dari kurikulum di seluruh sekolah dasar di Ibukota. Kalimat “dihapus dari kurikulum” memiliki dua arti: 1.  tidak menjadi pelajaran wajib, atau 2. ditiadakan. Yang jelas, tidak akan ada kurikulum dan (apalagi) silabus mata pelajaran Bahasa Inggris yang mengatur kompetensi, indikator dan materi yang harus diajarkan pada jenjang sekolah dasar di DKI Jakarta.

Nah, ada beberapa poin yang merupakan uneg-uneg saya pribadi terkait permasalahan ini.

1.    Anggaplah mata pelajaran Bahasa Inggris tidak benar-benar dihapus, melainkan menjadi ekstrakurikuler. Jadi, siswa SD masih bisa belajar Bahasa Inggris. It’s good. Namun, dengan ketiadaan kurikulum dan (apalagi) silabus mata pelajaran Bahasa Inggris artinya tidak ada keseragaman materi pelajaran yang diberikan oleh tiap sekolah kepada siswa. Sekolah A, misalnya, memberikan materi A, B, C, D, J, Z. Sedangkan sekolah B hanya memberikan materi A, C, E. Ketidakseragaman ini nantinya akan lumayan merepotkan guru Bahasa Inggris SMP. Mengapaaa? Dengan dihapusnya Bahasa Inggris sebagai mapel wajib di tingkat SD, secara otomatis, bobot materi pelajaran di tingkat SMP turun “derajat”. Materi Bahasa Inggris SMP akan menjadi very basic (dengan kata lain, mengulang kembali materi SD). Hal ini berpotensi membuat siswa bosan karena mengulang lagi materi yang sudah pernah diberikan –apalagi siswa sekolah A yang sudah belajar sampai Z.

Kebetulan sekolah tempat saya mengajar termasuk salah satu sekolah pilot project implementasi kurikulum 2013. FYI, pada kurikulum 2013, materi Bahasa Inggris kelas 7 jauh lebih mudah dibandingkan dengan yang dirumuskan dalam KTSP (kurikulum sebelumnya). Materi Bahasa Inggris yang harus disampaikan kepada siswa kelas 7 sama dengan materi Bahasa Inggris tingkat sekolah dasar (karena siswa kelas 7 dianggap tidak belajar Bahasa Inggris saat mereka di SD). Pernah ada kejadian, seorang siswa kelas 7 berceloteh ke gurunya, “Ma’am, materinya begini-begini aja ya? Ngga ada yang lebih menantang ma’am?” Hehe... Anak itu bukan belagu, tapi ia jujur dan polos ia sampaikan perasaannya.

Materi pelajaran yang terlalu mudah tidak sehat untuk siswa, pun yang terlalu sulit. Sehingga seharusnya desain materi pembelajaran harus sesuai dengan tingkat kemampuan dan kapasitas siswa secara umum.

2.    Kemahiran berbahasa tidak bisa diasah dalam waktu satu-dua hari. Saya ingin membandingkan dua situasi. Situasi pertama: besok anda akan ujian Matematika, dan malam ini anda mempelajari semua materi Matematika yang pernah diajarkan oleh guru anda. Mungkinkah anda dapat nilai bagus esok? Sangat mungkin. Anda bisa memprediksi jenis-jenis soal dan rumus-rumus yang akan diujikan. Biasanya, untuk pelajaran Matematika, tipe soal dari satu ujian dengan ujian yang lain tak banyak perbedaan, angka-angka atau item “diketahui”-nya saja yang diganti (CMIIW). Situasi kedua: besok anda akan ujian Bahasa Inggris. Materi ujian Bahasa Inggris di sekolah saat ini didominasi oleh pemahaman bacaan. Pemahaman bacaan tentu erat kaitannya dengan penguasaan kosa kata (vocabulary). Lalu dapatkan anda memprediksi kosa kata apa saja yang akan keluar di tiap bacaan dalam kertas ujian dan kemudian menghafalkan artinya dalam satu malam? Errrrrr.....

Banyaknya kosa kata yang dikuasai seseorang berbanding lurus dengan banyaknya tulisan Bahasa Inggris yang ia baca. Semakin sering ia membaca, semakin kaya kosa kata. Maka belajar bahasa asing, semakin dini semakin baik – tentu tanpa mengesampingkan bahasa ibu.

3.   Di berita tadi disebutkan alasan dihapusnya Bahasa Inggris dalam kurikulum SD, yaitu untuk menjaga jiwa nasionalisme siswa. Jadi, menurut pemegang kebijakan pendidikan DKI Jakarta, menguasai Bahasa Inggris berarti mengikis nasionalisme orang Indonesia.
FYI, Soekarno dan Mohammad Hatta, founding fathers kita, menguasai Bahasa Inggris, Jerman, Perancis dan Belanda.
R.A. Kartini fasih berbahasa Belanda.
K.H. Agus Salim, seorang intelek yang berjuang dengan kemahiran diplomasinya, menguasai tujuh bahasa Asing: Arab, Inggris, Belanda, Jerman, Perancis, Jepang dan Turki.
Dan masih banyak lagi para founding fathers ataupun orang-orang besar yang mencurahkan perhatian mereka akan nasib negeri ini yang menguasai lebih dari satu bahasa asing. Dan hal itu sama sekali tidak menurunkan tingkat nasionalisme mereka. Bahkan, R.A. Kartini dalam satu suratnya yang berbahasa Belanda, sempat menuliskan kritiknya tentang orang-orang Barat yang merendahkan orang bumiputera.

4.   Kebijakan penghapusan beberapa mata pelajaran di tingkat SD salah satunya dengan alasan mengurangi beban siswa agar tidak stres. Saya, dulu di SD belajar IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Kesenian, Penjaskes, Alhamdulillah tidak stres. Teman-teman saya pun tidak ada yang stres. Jika kegiatan belajar mengajar diwarnai aura positif, belajar sambil bermain, tidak melulu punishment namun diseimbangkan dengan reward, guru yang ramah dan sabar, Insya Allah, jumlah anak stres akan jauh berkurang.

Aktivitas belajar di kelas seharusnya tidak melulu mencatat, menghafal kemudian mengerjakan latihan. Siswa senang mempraktekkan, melakukan, mengekspresikan. Kesenangan ini yang sering tak tersalurkan karena terbentur dengan sistem/ kapasitas guru. Setiap mata pelajaran bisa dipelajari dengan menyenangkan. Bahasa Inggris, misalnya, bisa belajar dengan menonton film, mendengarkan musik, membaca komik, bermain drama, teka-teki silang, dan masih banyaak lagi.

Tanpa ada yang dihapus, jumlah mata pelajaran siswa SD menurut saya masih wajar. Siswa stres bukan karena jumlah mapel-nya, namun lebih kepada metode pengajarannya.


Demikianlah beberapa poin yang menjadi uneg-uneg saya. Penghapusan mata pelajaran Bahasa Inggris di kurikulum SD, menurut saya, adalah sebuah kemunduran dalam bidang pendidikan. Di era persaingan global ini, seharusnya bahasa internasional ini dikenalkan lebih dini, agar sumber daya manusia Indonesia lebih mampu bersaing.