Thursday, December 12, 2013

Awww... Mata Pelajaran Bahasa Inggris Dihapus dari Kurikulum SD?? Ini Pandangan Saya

Kopi panas sore ini seharusnya terasa lebih nikmat dari biasanya. Di luar hujan masih turun sejak siang. Di meja ada sepiring besar bolu hangat buatan sendiri untuk teman mengopi. Hampir sempurna bukan? Hanya sajaaa, ada satu hal yang membuat kopi sore ini menjadi berkurang kenikmatannya. Kabar yang disiarkan salah satu stasiun televisi sore ini menyebutkan bahwa mata pelajaran Bahasa Inggris akan dihapus dari kurikulum di seluruh sekolah dasar di Ibukota. Kalimat “dihapus dari kurikulum” memiliki dua arti: 1.  tidak menjadi pelajaran wajib, atau 2. ditiadakan. Yang jelas, tidak akan ada kurikulum dan (apalagi) silabus mata pelajaran Bahasa Inggris yang mengatur kompetensi, indikator dan materi yang harus diajarkan pada jenjang sekolah dasar di DKI Jakarta.

Nah, ada beberapa poin yang merupakan uneg-uneg saya pribadi terkait permasalahan ini.

1.    Anggaplah mata pelajaran Bahasa Inggris tidak benar-benar dihapus, melainkan menjadi ekstrakurikuler. Jadi, siswa SD masih bisa belajar Bahasa Inggris. It’s good. Namun, dengan ketiadaan kurikulum dan (apalagi) silabus mata pelajaran Bahasa Inggris artinya tidak ada keseragaman materi pelajaran yang diberikan oleh tiap sekolah kepada siswa. Sekolah A, misalnya, memberikan materi A, B, C, D, J, Z. Sedangkan sekolah B hanya memberikan materi A, C, E. Ketidakseragaman ini nantinya akan lumayan merepotkan guru Bahasa Inggris SMP. Mengapaaa? Dengan dihapusnya Bahasa Inggris sebagai mapel wajib di tingkat SD, secara otomatis, bobot materi pelajaran di tingkat SMP turun “derajat”. Materi Bahasa Inggris SMP akan menjadi very basic (dengan kata lain, mengulang kembali materi SD). Hal ini berpotensi membuat siswa bosan karena mengulang lagi materi yang sudah pernah diberikan –apalagi siswa sekolah A yang sudah belajar sampai Z.

Kebetulan sekolah tempat saya mengajar termasuk salah satu sekolah pilot project implementasi kurikulum 2013. FYI, pada kurikulum 2013, materi Bahasa Inggris kelas 7 jauh lebih mudah dibandingkan dengan yang dirumuskan dalam KTSP (kurikulum sebelumnya). Materi Bahasa Inggris yang harus disampaikan kepada siswa kelas 7 sama dengan materi Bahasa Inggris tingkat sekolah dasar (karena siswa kelas 7 dianggap tidak belajar Bahasa Inggris saat mereka di SD). Pernah ada kejadian, seorang siswa kelas 7 berceloteh ke gurunya, “Ma’am, materinya begini-begini aja ya? Ngga ada yang lebih menantang ma’am?” Hehe... Anak itu bukan belagu, tapi ia jujur dan polos ia sampaikan perasaannya.

Materi pelajaran yang terlalu mudah tidak sehat untuk siswa, pun yang terlalu sulit. Sehingga seharusnya desain materi pembelajaran harus sesuai dengan tingkat kemampuan dan kapasitas siswa secara umum.

2.    Kemahiran berbahasa tidak bisa diasah dalam waktu satu-dua hari. Saya ingin membandingkan dua situasi. Situasi pertama: besok anda akan ujian Matematika, dan malam ini anda mempelajari semua materi Matematika yang pernah diajarkan oleh guru anda. Mungkinkah anda dapat nilai bagus esok? Sangat mungkin. Anda bisa memprediksi jenis-jenis soal dan rumus-rumus yang akan diujikan. Biasanya, untuk pelajaran Matematika, tipe soal dari satu ujian dengan ujian yang lain tak banyak perbedaan, angka-angka atau item “diketahui”-nya saja yang diganti (CMIIW). Situasi kedua: besok anda akan ujian Bahasa Inggris. Materi ujian Bahasa Inggris di sekolah saat ini didominasi oleh pemahaman bacaan. Pemahaman bacaan tentu erat kaitannya dengan penguasaan kosa kata (vocabulary). Lalu dapatkan anda memprediksi kosa kata apa saja yang akan keluar di tiap bacaan dalam kertas ujian dan kemudian menghafalkan artinya dalam satu malam? Errrrrr.....

Banyaknya kosa kata yang dikuasai seseorang berbanding lurus dengan banyaknya tulisan Bahasa Inggris yang ia baca. Semakin sering ia membaca, semakin kaya kosa kata. Maka belajar bahasa asing, semakin dini semakin baik – tentu tanpa mengesampingkan bahasa ibu.

3.   Di berita tadi disebutkan alasan dihapusnya Bahasa Inggris dalam kurikulum SD, yaitu untuk menjaga jiwa nasionalisme siswa. Jadi, menurut pemegang kebijakan pendidikan DKI Jakarta, menguasai Bahasa Inggris berarti mengikis nasionalisme orang Indonesia.
FYI, Soekarno dan Mohammad Hatta, founding fathers kita, menguasai Bahasa Inggris, Jerman, Perancis dan Belanda.
R.A. Kartini fasih berbahasa Belanda.
K.H. Agus Salim, seorang intelek yang berjuang dengan kemahiran diplomasinya, menguasai tujuh bahasa Asing: Arab, Inggris, Belanda, Jerman, Perancis, Jepang dan Turki.
Dan masih banyak lagi para founding fathers ataupun orang-orang besar yang mencurahkan perhatian mereka akan nasib negeri ini yang menguasai lebih dari satu bahasa asing. Dan hal itu sama sekali tidak menurunkan tingkat nasionalisme mereka. Bahkan, R.A. Kartini dalam satu suratnya yang berbahasa Belanda, sempat menuliskan kritiknya tentang orang-orang Barat yang merendahkan orang bumiputera.

4.   Kebijakan penghapusan beberapa mata pelajaran di tingkat SD salah satunya dengan alasan mengurangi beban siswa agar tidak stres. Saya, dulu di SD belajar IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Kesenian, Penjaskes, Alhamdulillah tidak stres. Teman-teman saya pun tidak ada yang stres. Jika kegiatan belajar mengajar diwarnai aura positif, belajar sambil bermain, tidak melulu punishment namun diseimbangkan dengan reward, guru yang ramah dan sabar, Insya Allah, jumlah anak stres akan jauh berkurang.

Aktivitas belajar di kelas seharusnya tidak melulu mencatat, menghafal kemudian mengerjakan latihan. Siswa senang mempraktekkan, melakukan, mengekspresikan. Kesenangan ini yang sering tak tersalurkan karena terbentur dengan sistem/ kapasitas guru. Setiap mata pelajaran bisa dipelajari dengan menyenangkan. Bahasa Inggris, misalnya, bisa belajar dengan menonton film, mendengarkan musik, membaca komik, bermain drama, teka-teki silang, dan masih banyaak lagi.

Tanpa ada yang dihapus, jumlah mata pelajaran siswa SD menurut saya masih wajar. Siswa stres bukan karena jumlah mapel-nya, namun lebih kepada metode pengajarannya.


Demikianlah beberapa poin yang menjadi uneg-uneg saya. Penghapusan mata pelajaran Bahasa Inggris di kurikulum SD, menurut saya, adalah sebuah kemunduran dalam bidang pendidikan. Di era persaingan global ini, seharusnya bahasa internasional ini dikenalkan lebih dini, agar sumber daya manusia Indonesia lebih mampu bersaing. 

Saturday, August 24, 2013

Minuman Soda itu Ujian Hidup!!

Ramadhan hari ke... entah deh, gue lupa...

Gue lagi di rumah, akur sama adek gue, si Ochie, nonton TV. Pas lagi ada iklan minuman soda yang terkenal seantero jagad, gue nyeletuk, “Udah lama yaa kita gak minum itu...”

Adek gue ngerespon, “gak bakalan juga dibolehin ibu minum gituan.”

“Yaelaa, terakhir gue minum setahun lalu pas lebaran...” kata gue. Ya, maksudnya, sesekali gak apa-apa laa minum produk soda itu.

Nyokap gue emang agak strict soal kesehatan. Doi minimalis banget sama produk instan, produk soda, produk yg berpengawet, makanan/minuman yg warna-warni, junk food, yaa yang kek gitu lah... bagi nyokap: Viva sayurrr! Viva ikaaan! Viva buah-buahaaan! Viva air putiiiih! Hahaha...

Gak gue pungkiri gue beruntung punya nyokap yang kayak gitu, tapi kadang ngerasa buntung juga sih kalo sekedar icip-icip aja gue dilarang... alhasil, gue kadang suka curi-curi kesempatan.. hohoho, jangan bochooor ke nyokap gue ya pembacaaa!

Eniweeeii... sehari setelah percakapan gue sama Ochie, ada tamu datang ke rumah. Mereka bawa oleh-oleh buat kami... u know what?? Selain biskuit, mereka bawa dua botol minuman soda yang sebelumnya gue lihat iklannya di tv, masing-masing netto 1 liter... alamakk! Pucuk dicinta doi tiba! Aww ~~

Hati gue nyeletuk bahagia, “Allah bae bener, kemarin pengen minuman ini tau-tau langsung dateng dua liter...”

Tapi sedetik kemudian celetukan hati gue berubah, jd suspicious, “tapi kenapa Allah kirimin gue minuman gak sehat lewat tamu itu?? Wah, ini sih bukan nikmat yg biasa kali yak... ini nikmat UJIAN!”

Yah, begitulah gue mengambil kesimpulan, subjektif. Lucuk? Ribet? Iya kali... Gue sendiri juga gak tau kesimpulannya bener apa engga, tapi yang jelas menurut gue minuman soda kek gitu emang gak sehat sih (doktrin nyokap gue berhasil yahhh...). Meanwhile, Allah kan cuma pengen yang baik-baik aja buat hambaNya.

Dan lagi, gue mikir aja, keinginan gue yang terpenuhi, bukan berarti itu baik buat gue...(ihh, gue sok wise banget gini yaa -__-). Gue gak ngerti juga sih kenapa gue mikirnya kayak gitu, haha.. tapi gegara kejadian itu, gue jadi inget aja buat teruus ngehidupin hati... emang filter hati itu penting deh.. soalnya dia detektor nomor wahid .. kalo hati gue hidup, gue bise deteksi mana yang baek dan mana yang engga buat gue... kalo hati gue mati, ngeriiiii, setan manusia bisa gua puji-puji tanpa gue sadari kalo mereka itu sebenernya ngejerumusin gue! Na’udzubillaaaah...

Yaude pembaca, kita banyak-banyak do’a yaa supaya Allah jaga hati kita tetep hidup. Banyak ibadah, baca Qur’an n tafsirnya, ngaji, baik hati, rajin menabung dan tidak sombong.... mudah-mudahan kita semua selamaaat dunia akhirat yaaa... aamiiiiin...

Trus nasib dua liter minuman soda itu akhirnya gimana? Pengen tauuu? Pengen tau banget apa pengen tau ajaaa...??  :D


Yaaa akhirnya, kira-kira sepekan sebelum lebaran, nyokap gue pura-pura nanya ke anak-anaknya, “kita gak minum yang beginian kaan??” dan tanpa nunggu jawaban dari yang ditanya, nyokap masukin botol-botol minuman itu ke plastik. Minuman itu jadi bingkisan lebaran untuk tukang bangunan yang lagi renovasi rumah gue dan ibu-ibu yang rutin ngerjain laundry di rumah gue. Sekian dan terima kasih.

Thursday, June 27, 2013

Baking for Newbie: Bolu Panggang Ngga Pake Bantat :))


Waaah, sore ini seneeeng banget..! Alhamdulillaah, kue bolu yang saya buat gak bantat lagiii.. yaay! Ini kali ketiga saya praktek baking bolu. Bolu pertama keras, bantat, terlalu banyak terigu. Bolu kedua ada perbaikan dikit, udah gak keras tapi teposs, bantat juga, haha..

liaaqeela.blogspot.com

Selama praktek tiga kali, ada dua resep bolu yang saya gunakan. Di resep yang pertama, entah kenapa jumlah terigu yang digunakan terlalu banyak. Komposisi utamanya empat butir telur dengan terigu sebanyak 350 gr. Yaaa sayah yang poloooss ini ngikutin ajah.. daan, tadaaa... jadilah bolunya sekeras bantal sofa sayah. Heuheuheuu...

Setelah percobaan pertama yang gagal, dan setelah diberi arahan dikit ama nyokap, saya cari-cari resep lagi. Naah, ketemu resep yang make sense niih.. Di resep yang kedua ini, perbandingan telur dengan terigu lebih masuk akal. Dua butir telur untuk 100 gr tepung terigu. Berikut resep yang saya ambil dari http://aneka-buka-puasa.blogspot.com/2012/11/resep-kue-bolu-panggang-lembut.html

Bahan Bolu Panggang :
100 gram gula pasir
2 btr telur
1/4 sdt soda kue
1/4 sdt vanili
100 gr tepung terigu
2 sdm mentega, cairkan

Cara Membuat Bolu Panggang :
Kocok telur, gula dan vanili sampai kental
Kemudian Masukkan soda kue, tepung terigu. Aduk Hingga rata.
Masukkan mentega cair. Aduk Hingga rata.
Lalu Masukkan ke dalam cetakan kue bolu.
Kemudian Panggan dalam oven 180C, sekitar 10 menit atau sampai matang. Angkat.

Resep ini saya praktekkan untuk bolu kedua dan ketiga. Betewe, karena telur jaman sekarang imut gilaak kayak batu kerikil, saya pake TIGA BUTIR TELUR! En olsooo soda kue saya ganti dengan baking powder sebanyak SETENGAH SENDOK TEH. Kenapa diganti?? Karena pengalaman pake soda kue yang jumlahnya terlalu banyak untuk pancake, bikin rasanya pahittt... Emangnya baking powder ga pahit? Ya sama aja sih kalo kebanyakan juga merusak rasa. Tapi so far blom pernah siiy makan produk bakery yang pahit karena baking powder... Apapun lah ituuu, pokoknyaa, bye bye lah yaaa soda kueeee.. hehehe..

Naah, berikut ini proses pembuatan bolu kedua dan bolu ketiga saya yang penuh harapan namun juga penuh kecemasan. Berharap ada perbaikan secara resepnya beda dengan yang sebelumnya, tapi tetep aja ada perasaan takut gagal lagi... hehe.. Oh iya, untuk bolu ketiga, saya apply resep dengan jumlah komposisi dua kali lipat dari resep diatas. Misalnya, telur yang saya pake jadi 3x2 butir = 6 butir, baking powder  ½ x 2 sdt = 1 sdt, gula 2x100 gr = 200 gr, dst...

Proses Pengocokan
Bolu #2: Dengan tiga butir telur dan 100 gram gula, butuh mengocok sekitar 15 menit  untuk dapetin adonan yang cukup kental. Sebenernya sih waktu itu masih bingung deh yang disebut kental kayak gimana. Katanya bisa dilihat dari jejak adonan waktu dikocok. Jejaknya kayak apaaa? Yah, pokoknya kocok terus aja lah sampe berjejak...

Bolu #3: Baca-baca lagi beberapa artikel, akhirnya dapet juga info kriteria tingkat kekentalan yang dimaksud. Pernah ngocok putih telur sampe kaku dan adonannya gak menetes? Ya, begitulah kira-kira yang dimaksud dengan kental. It’s like whipped cream. Waktu pengocokan gak bisa ditentukan karena tergantung peralatan dan komposisi. Intinya, kocok teroos sampe kaku.

Proses Mencampur Terigu dan Margarin Cair ke Adonan Telur
Bolu #2: Naah, waktu bikin bolu pertama, terigu dan margarin cair dimasukin ke adonan telur sembari dikocok terus pake mixer. Terus kata si Jeng Henny, sebaiknya sih diaduk aja pake spatula. Yaudah, di bolu kedua ini, waktu masukin terigu dan margarin cair, cukup saya aduk pake spatula minjem ama spongebob, hihihi... (etapi bo’ooong deeeeeng, itu spatula emak sayaah :p). Dan tahukah sodara-sodaraaaa, adonan telur yang sudah mengembang kaku tau-tau menyusuuuuuut. Pessss.... kayak balon kempes. Panik, panik, panik! Tapi gak bisa melakukan apa-apaa... Pasraaaaah pada apapun yang akan terjadi dengan adonan ini... hiks hiks..

Bolu #3: okeh, masih nervous pada tahap penyampuran ini. Takut adonannya nyusut lagi... tapi bismillah, saya tuang terigu yg udah dicampur baking powder dikit-dikit sambil diaduk pelan. Lebih bagus lagi terigunya dituang sambil diayak, biar gak menggumpal dalam adonan. Karena gak punya ayakan terigu, saya apa adanya ajaaa laaah, campur ajaah... setelah itu margarin cair bersuhu ruang juga dituang sedikit-sedikit.

Proses Pemanggangan
Untuk memanggang saya pake baking pan, lebih simple dibandingkan pake oven. Menggunakan baking pan ini gak perlu dipanasin dulu, unlike oven, jadi irit waktu dan irit gas, hehehe. Sebelum adonan dituang, jangan lupa yaa olesi baking pan-nya pake margarin plus ditaburi tepung terigu sedikit supaya bolu-nya nanti gak lengket pas matang.

Bolu #2: Sambil membaca basmalah, saya tangkringin baking pan ke atas kompor dengan api sangat kecil. Takut gosong :p . Lima belas menit berlalu, saya buka baking pan dan saya tusuk bolu pake sumpit, gak ada adonan yang nempel di sumpit sih, tandanya udah matang? Katanya sih gitu... Saya potong aja tuh bolu yang masih melingker di dalam baking pan –dan masih proses pemanggangan lho ituuu.. kacau kan?? Eeeh, bagian tengah bolu ternyata blom mateng! Potongan bolu setengah matang saya taruh lagi ke dalam baking pan... lanjut dipanggang... gak lama saya cek lagi, masih blom matang juga ternyata... saya sampe beberapa kali ngecek lho, which is harus buka tutup baking pan... haha, asal banget yaaa proses manggangnyaaaa... waktu pemanggangan sekitar 40 menit.
Dan hasilnya adalaaah, bolu yang lumayan empuk, tapi masih bantat daaaan menciut di dalam baking pan :D Horeee, faaaaileed! :p

Bolu #3: Waktu menuang adonan ke baking pan dan sisa adonan udah tinggal dikit banget di baskom, ternyata ada gumpalan terigu di dasar baskom -__-“ artinya saya ngaduk terigunya gak rata. Yaudah deh, gumpalan itu saya aduk-aduk lagi biar kecampur rata dengan adonan telur yang tersisa di baskom, then, saya tuang ke baking pan yang udah penuh adonan. Eh, adonan gumpalan terigu itu nyilem, hahahaa... massa gumpalan terigu itu kan lebih besar ketimbang adonan yang udah lebih dulu dimasukkin ke baking pan ya. Whatever lah, da show must go on!

Trus truss... saya udah belajar dari artikel-artikel baking, ternyata yang bikin bolu ciut di baking pan salah satunya adalah karena sering buka tutup oven/ baking pan. Hohohohooo... okeh, saya pede deh kali ini, bulat tekad untuk gak buka tutup baking pan selama 40 menit waktu pemanggangan. Dan hasilnya adalaaah, waooo, bolu yang ngembang dan empuk. Gak beda hasilnya dengan bolu instan yang pernah saya bikin sebelumnya J senangnyaaaa....

Bolunya udah matang, tampilannya bikin senang. Ongkos produksi bolu ketiga yang cantik itu sekitar lima belas ribu rupiah, bisa jadi 24 potong ukuran sedang. Sangat efisien dari segi keuangan dibandingkan beli bolu jadi yang harganya bisa 30ribuan J Setelah resep basic bolu ini sukses, saya bisa lanjut ke bolu atau cake modifikasi. Bolu pisang atau bolu tape misalnya... asiiik... :D

Naah, buat yang newbie di dunia baking seperti saya, modalnya semangat dan gak putus asa, karena baking itu gampang-gampang susah, but everyting is possible deh. Sooo,  selamat praktek yaa... dan selamat berhemat :D


NB. Waktu mau apload foto, eeeh, gak sengaja foto-foto bolu utuhnya ke-delete, kesisa satu doang... huwaaaa :”( jadi cuma itu aja deh fotonyaaa.. hikssss...

Saturday, June 1, 2013

Eksotisme Malam di Jogja Titik Nol



Malam selalu memiliki eksotisme sendiri. Ada kesyahduan dalam balut remang cahaya dan redupnya aktivitas manusia. Menikmati malam di Titik Nol Jogjakarta adalah sebuah mimpi yang terwujud.

Banyak sumber artikel menyebutkan bahwa posisi titik nol kilometer kota Jogjakarta adalah di pertemuan tiga jalan besar: Jl. Ahmad Dahlan, Jl. Senopati dan Jalan Ahmad Yani dengan Alun-alun Utara. Lebih mudahnya, ia ada di ujung kawasan Malioboro.

Titik Nol Jogjakarta merupakan salah satu tempat favorit wisatawan dan warga kota Jogja itu sendiri untuk bercengkrama dan menghabiskan waktu. Saya pribadi, sejak awal mengenal tempat ini, terkesima dengan gedung-gedung berarsitektur Indische yang juga dijadikan cagar budaya.

Malam di Titik Nol Jogjakarta adalah sebuah perpaduan wisata sejarah, wisata budaya dan wisata kuliner. Beberapa gambar berikut ini membawa secuil cerita dari sana :)

liaaqeela.blogspot.com
Gedung BNI 46
Di jaman Belanda dulu, gedung ini digunakan sebagai kantor Asuransi Nill Maattschappiij

liaaqeela.blogspot.com
Kantor Pos
Sejak dulu, fungsi gedung ini tidak berubah banyak. Dahulu pernah digunakan untuk kantor PTT (pos, telephone, dan telegraph), hari ini berfungsi sebagai kantor pos.

liaaqeela.blogspot.com
Ekspresi Seniman
Titik Nol menjadi tempat para seniman berekspresi

liaaqeela.blogspot.com
Monumen Serangan Umum 1 Maret
Serangan Umum 1 Maret 1949 dengan target untuk menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia masih cukup kuat. Pendudukan kota Jogja oleh TNI selama enam jam yang disiarkan melalui radio ke seluruh dunia berhasil mempermalukan pemerintah Belanda yang saat itu mengeklaim bahwa TNI dan pemerintah RI sudah tak punya kekuatan.
Kemerdekaan dipertahankan dengan sebuah perjuangan besar.

liaaqeela.blogspot.com
Ronde Titik Nol
Hawa Jogja malam itu memang ngga dingin-dingin  banget. Tapi ronde ini tetap enak :)

Thursday, May 30, 2013

Belajar Bahasa Inggris di Resto Sushi? Bisaaa...


NYUSHIIIII....!!

Setelah wacana berbulan-bulan, akhirnya bisa dieksekusi juga. Yaay!

Saya dengan dua orang teman sepakat bertemu di sebuah mart di area sentra bisnis Senayan. Setelah nge-magnum sebentar disana, kami bertolak ke restoran sushi di sebuah plaza nggak jauh dari mart tempat meeting point kami.

Letak resto sushinya di lantai tiga. Bersemangat kami masuki restoran, aroma makanan laut merebak. Kami pilih seat yang ada sofa-nya, as always! Biar empukkss... hihi...

Waitress-nya menyodorkan buku menu yang langsung kami serbu (nepsong! :p). Nama-nama sushi yang ada di menu list dicetak dalam Bahasa Inggris. Nah, saat memilah menu yang akan dipesan, ada satu kata yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Bahkan teman yang rajin nyushi pun baru kali ini sadar bahwa kata itu eksis di dunia per-sushi-an, hehe.. Kata tersebut adalaaah: ROE.

Saya kepo dong. Langsung ngelontarin pertanyaan, “Roe itu.... telur ikan? Gambar sushinya sih pake telur ikan. Tapi kenapa ngga disebut fish egg  yak??”

 “Goooogliiiing...”

“Jangan lupa kasih tau gueh kalo udah nemu hasil googling-nya yaah...”  

Nah! Itulah respon teman-teman saya yang gak bisa ngasih pencerahan apa roe itu :p

Penasaran, saya langsung googling dengan keyword “roe definition”. Dari hasil penelusuran sang dewa google akhirnya kami tau bahwa roe itu memang sebutan untuk telur hewan laut yang disajikan sebagai makanan. Hewan laut berarti bukan hanya ikan aja lho ya, termasuk juga sea urchin, udang atau kerang besar.

Well, well... hang-out waktu itu emang seru be-ge-te, selain nikmatin magnum traktiran dan sushi yang enyak-enyak, sharing segala rupa kisah sedih dan bahagia (uhuy!), nambah pengetahuan juga.

Sooo, kalo bisa disimpulkan....
  1.  Belajar bisa dimana aja dan dari siapa aja
  2. Selama sense of learning kita tinggi, pasti bisa nemuin pengetahuan-pengetahuan baru dari hal-hal sekitar yang dianggap remeh-temeh atau biasa-biasa ajah.
  3. Kepo is good. Kalo ngga kepo, ngga belajar :P

Selamat beraktivitas semuaah, selamat belajar jugaaa dari hal-hal kecil di sekitar kita.. Semangat! :D


Wednesday, May 29, 2013

Ketika Guru Dihargai Seribu Lima Ratus Rupiah


Pernah dengar berita tentang oknum guru melakukan kekerasan pada siswa? Pasti pernah.
Pernah dengar kisah oknum guru yang dilaporkan ke polisi karena dinilai mengintimidasi siswa? Pasti pernah juga.

Tapi pernahkah ada lintasan pikiran bahwa guru tersebut bisa jadi tidak sepenuhnya salah? Atau pernahkan muncul sebuah pertanyaan, mengapa seorang guru bisa melakukan hal tersebut? Semoga pernah. Karena dari lintasan pikiran dan pertanyaan seperti itulah fairness bisa dimunculkan.

Ada sebuah kejadian yang dialami rekan saya, seorang guru pastinya.
Saat beliau sedang mengajar, siswa ribut. Beliau berdiri di depan kelas, berujar kepada mereka, “Cobalah hargai gurumu.”

Tiba-tiba seorang siswa maju, tangannya menggenggam sejumlah uang, kemudian menyodorkannya ke rekan saya tersebut, “Ini bu, saya hargai seribu lima ratus.”

Luar biasa! Luar biasa tidak sopan! Ibu guru itu tak bisa berkata-kata.

Saat ngobrol dengan saya setelah kejadian itu, beliau bilang, “Saya guru baru mutasi di sekolah ini miss, jadi saya diamkan saja.”

Saya menghela napas, “Ibu, apapun status ibu, siswa itu melakukan hal yang sangat tidak sopan, dan harus ada sanksi yang diberikan agar dia tahu bahwa tindakannya salah!”

Ingin sekali saya ada di posisi beliau saat kejadian berlangsung, menggantikannya. Sangat ingin. Jika saya adalah beliau, yang pertama akan saya lakukan adalah menatap mata siswa itu lekat-lekat. Setiap tatapan berbicara. Lalu saya akan berujar dengan penuh kesungguhan, bukan bentakan. Karena anak tidak pernah tersentuh dengan bentakan.

“Ambil uangnya, nak. Miss tidak butuh uangmu. Sekarang silakan tunggu di luar kelas, pikirkan apakah kamu BUTUH ILMU yang Miss bagi di sekolah ini. Jika kamu BUTUH, kembali masuk ke kelas, minta maaf dan berjanji untuk menghormati gurumu.”

Kira-kira begitulah yang akan saya katakan. Ada kata-kata kunci yang ketika diucapkan harus ditekankan. Kata-kata itu yang saya caps lock, yang memudahkan siswa memahami maksud ucapan saya: bahwa ia membutuhkan seorang guru, sehingga harus dihargainya.

Dalam situasi seperti yang saya kisahkan diatas, tentu secara umum kita sependapat bahwa hal tersebut sangat potensial memancing emosi guru. Ada guru yang bisa menyikapi dengan bijak, namun sebagian yang lain, karena adanya faktor x dan x dan x, bisa saja melakukan tindakan tanpa pikir panjang, memukul misalnya.

Guru memang dituntut untuk bisa sabar, mengayomi, menjadi teladan dan mengajar dengan benar. Tapi guru bukan malaikat yang bersih suci tanpa secuil kesalahan pun. Ada momen-momen dimana ujian kesabaran itu luar biasa berat. Guru punya kehidupan pribadi yang mungkin terisi dengan segudang masalah. Yang karena sisi manusiawinya, tanpa bisa ditahannya, berpengaruh pada performa di kelas. Jika profesi lain rata-rata bekerja berhadapan dengan barang tak bergerak, maka guru berhadapan dengan siswa yang punya rasa, punya hati (bukan cuma rocker aja yang punya ya! :D). Friksi amat sangat mungkin terjadi antara perasaan guru dengan perasaan siswa. Ini alamiah saja.

Pasti ada pendapat: bukankah apapun kondisinya guru tetap dituntut untuk profesional? Betul. Tapi guru ini manusia. Mau dituntut sampai tingkat profesionalisme setinggi apa? Sampai tak ada cacat dalam melaksanakan kewajibannya? Sorry to say, tidak mungkin. Sesama manusia harus saling pengertian lah ya.

Tak etis rasanya hal-hal yang seharusnya bisa dibicarakan secara kekeluargaan tetapi malah dibawa ke jalur hukum, apalagi menyeret media untuk memblow up kasusnya. Yang ketika berita-berita di media itu beredar hangat, sebagian orang menjadi merasa lebih superior dan merasa bisa menaklukkan dan mengatur-atur guru. Permasalahan kecil yang terjadi di sekolah, yang hanya perlu kelapangan hati dari kedua belah pihak untuk menuntaskannya, menjadi begitu kompleks dan berkepanjangan.
 

Yakinlah, bahwa tak ada guru yang ingin siswanya bodoh, tersakiti fisik dan jiwanya. Tidak ada. Jika pun ada kejadian yang dirasa tak pantas dilakukan oleh seorang guru, lebih elegan jika kedua belah pihak (orang tua ataupun guru) mengedepankan dialog, menggali permasalahan dan merumuskan kesepakatan berlandaskan win win solution. Jika ini yang dilakukan, maka ini akan menyelamatkan seluruh pihak: orang tua, guru dan bahkan siswa yang bersangkutan itu sendiri. 

Monday, May 27, 2013

Kenalkan, ini Jakarta-ku.....


Jam digital di dashboard menunjukkan pukul 11.47 malam. Mobil kami merayap perlahan di padatnya lalu lintas ibukota.



“Oh em ji, ini udah mau midnite ya dan masih macet beginiii...” Saya berseloroh.

Teman saya yang waktu itu menyetir sudah berkali-kali menguap. Saya menawarkan diri untuk menggantikannya pegang kemudi, ia menolak. Sebenarnya kami sengaja pulang agak larut untuk menghindari macet, tapi nyatanya antrean kendaraan ini belum terurai bahkan sampai hampir tengah malam.

Sungguh kemacetan menghabiskan banyak waktu, tenaga dan biaya. Sayangnya, fenomena ini masih menjadi salah satu wajah ibukota.

Berbicara tentang Jakarta tak pernah lepas dari segala kompleksitas permasalahan yang telah menggelayutinya selama bertahun-tahun: macet, banjir, kriminalitas, masalah lingkungan dan beberapa yang lainnya. Jakarta bukan kota dimana penduduknya bisa berleha-leha, roda kehidupannya selalu in rush.Mobilitas warganya dimulai saat masih gelap, baru mereda saat malam telah larut. Mungkin ini alasan bagi sebagian orang menilai Jakarta bukan kota yang ramah. Hidup begitu keras di Jakarta, kata mereka.

Well, apapun kondisinya, bagi sebagian orang, Jakarta tetaplah menjadi kota yang spesial. Bagaimana tidak spesial, dengan kemacetan yang telah menjadi jamak, banjir yang tak bosan menyambangi, polusi dan kepadatan yang luar biasa, warganya tetap enggan pindah :D. Tentu banyak alasan yang melatarbelakangi keengganan mereka untuk tinggal jauh dari Jakarta. Mungkin terlanjur cinta, atau bisa juga karena terpaksa, misalnya karena tugas kerja :P

Buat saya pribadi, Jakarta menjadi istimewa karena tiap fase hidup saya bergulir disana. Saya bukan orang Betawi. Darah saya Jawa. Namun saya lahir, menghabiskan masa kecil dan mengumpulkan receh demi receh di kota ini. Tanah kelahiran, apapun situasinya, tetap menjadi tempat yang paling indah, bukan?

Namun di dunia ini ada jenis manusia yang kurang empatinya, atau memang senang meledek di dunia maya, tanpa menyadari bahwa komentar yang dilontarkan absurd. Contohnya orang-orang yang memberi komentar tentang Jakarta seperti dibawah ini:

Friday, January 4, 2013

Tentang Aku, Eric, Barat dan Timur

Hello my sweety as*,” Eric, pemuda asal Amerika Serikat itu menyapa.
Aku membelalak, “Kamu ngga sopan!”
“Ngga sopan?” dia bingung.
“Iya! Manggil as* itu ngga sopan!” ucapku.
well, itu biasa banget buat kami. Aku ngga ada maksud buruk, kok. Jadi santai aja.” Ujarnya tenang.
“Tapi itu buruk buat kami!” Aku bersikeras.
“Ok, ok, silly girl.”
Aku membelalak lagi, “kamu bilang aku silly??”
“Ada apa lagi sama silly??” dia kebingungan, namun nampak tetap cool.
“Kamu pikir aku ini orang bodoh?!” aku berujar sengit.
Nope... Aku bilang kamu silly, aku ngga bilang kamu idiot.” Ia memberi penjelasan singkat.
 “Apa bedanya??”
Of course itu beda! Silly itu ngga bermakna negatif kok...” dia tergelak.
"Kalau dia bilang silly artinya dia menyukaimu karena kamu cute seperti anak-anak," temanku Mark menjelaskan.

Oh la la...

Betapa besar perbedaan kultur timur dan barat. Kaca mata ketimuran kita menganggap kultur barat banyak mengandung ketidaksopanan, terlalu bebas dan tanpa limit. Di sisi lain, kaca mata barat menilai kultur timur is way too formal. Terlalu formal, terlalu banyak nilai sopan santun yang harus diperhatikan.

Lalu saat keduanya bertemu, sangat besar kemungkinan terjadinya kesalahpahaman, seperti penggalan dialog diatas dimana kami bersikap dan memberikan penilaian berdasarkan kultur masing-masing. Ketidakserasian hubungan dalam pergaulan multi-kultural tak akan berakhir jika tak ada kesepahaman dari kedua belah pihak.

Pada akhirnya aku dan Eric bisa menemukan keselarasan interaksi dalam perbedaan kultur yang amat dalam. Kami berdua masih memegang kultur masing-masing. Aku dengan kultur timur, dan Eric dengan kultur barat-nya yang kental. Kuncinya adalah memahami bahwa apa yang kita anggap buruk, belum tentu buruk menurut kultur orang lain. Sebaliknya, apa yang kita anggap biasa, bisa jadi buruk dalam kultur lain. Jika kesepahaman itu tercipta, maka akan muncul kontrol sikap. Eric berusaha sopan, dan aku tidak cepat-cepat memberi respon negatif jika kadangkala ia masih bersikap dan berbicara tidak pantas (menurut kaca mata timurku).


Selang beberapa hari kemudian...

Hello sweety, kamu disini sama teman baikmu ngga?” Dia menegur.
“Teman baik yang mana, ya?” Aku mengernyitkan dahi. Teman baikku kan banyak getooh...
“itu, si Henny p*ntat.” Jawabnya.
Tiba-tiba Henny muncul dengan wajah sangar, “Apaaa?? Jangan panggil aku begitu, ya!”
Hi, p*ntat, how are you?” Eric tertawa-tawa.
“Grrrr!!!”

Dan selanjutnya aku melihat rangkaian kalimat kecaman dari Henny yang dibalas dengan ledekan-ledekan santai Eric. Bloody rush.

Thursday, January 3, 2013

Daddy, This is for You. From: Your Daughter

Dulu, ia menggandeng tangan kecilku, menjagaku dari rasa khawatir dan ketakutan terhadap dunia yang belum kukenal dan kupahami isinya...

Dulu, ia menggendongku tiap kali rasa takut dan sedih menggelayuti hati ini. Ia tersenyum dan mencandaiku agar rasa yang tidak enak itu pergi...

Dulu, ia yang menyupiri-ku ke sekolah, tiap kali hujan turun, agar aku tak terlambat, agar aku tak perlu berbecek kubangan jalan... walau jalan ke sekolahku tidak searah dengan jalan ke kantornya...

Dulu, ia telah mengajariku untuk berbagi, ketika ia meminta izin agar diperbolehkan memberi beberapa boneka milikku untuk anak seorang rekannya. “boleh diberi ya? Dia tidak punya mainan. Kasihan,” ujarnya. Aku, waktu itu masih di bangku TK, mengangguk, dan mempelajari hal baru: bahwa ada anak yang tidak punya mainan.

Ia memenuhi kebutuhan dan - bahkan - keinginanku.... sepeda yang kuidamkan, makanan kesukaan, mainan yang kuimpikan, pesta ulang tahun, majalah dan komik favorit.... pendidikan layak, fasilitas belajar memadai.... yang ia hadirkan dan hadiahkan untukku bukan tanpa pengorbanan, tapi dengan lelehan keringat dan kerasnya otak berpikir.

Ia sempurna?

Tidak....

Ia pernah sangat marah, saat aku tak hafal rumus-rumus matematika. Melihatnya begitu marah, hati seorang anak perempuan berumur 11 tahun bisa begitu hancur. Dengan air mata yang terus meleleh, kuhafal satu per satu rumus di dalam kamar yang terkunci.

Ia juga marah, saat malam tiba aku masih bermain di rumah teman dan melupakan belajar. Dengan sungkan menurutinya. Belajar setengah hati.

Saat ia lihat nilaiku di raport, selalu tertulis angka satuan di kolom “peringkat”, ia bahagia dan memujiku. Tak kupungkiri, aku pun senang. Tapi sebelah hatiku yang agak ternoda mencetus, “kan? itu yang engkau mau. Sudah kupenuhi.” Dan aku melenggang bermain tanpa beban, karena telah bisa memberi yang diinginkannya.

Waktu berputar, begitu cepatnya...

Beberapa belas tahun kemudian, aku menyadari berada di sebuah masa transisi, saat kami perlahan berganti peran.

Jika dulu ia yang menjagaku, kini aku yang berusaha menjaganya dari kekhawatiran - dengan berbagi nasihat yang bisa menenangkan hatinya.

Jika dulu ia menyupiri-ku, kini aku belajar menjadi pengendara yang handal, agar bisa menyupiri-nya tanpa ia harus merasa khawatir celaka saat duduk di sebelah kemudi.

Jika dulu ia mengajariku kebaikan, kini aku berusaha berbagi pengetahuan tentang beragam kebaikan lain yang tak ia pahami sebelumnya.

Jika dulu ia penuhi kebutuhan dan keinginanku, kini, perlahan aku bisa memenuhi yang ia butuhkan dan inginkan, walau belum semuanya.

Dan di masa transisi ini, begitu pekat rasa di hati, sebuah pemahaman yang tergali lebih dalam lagi, bahwa angka-angka yang tertoreh di raport dahulu, bukan untuk kesenangannya, sama sekali bukan untuknya – seperti yang dituduhkan sisi hati yang ternoda. Bahwa senyum dan kebahagiannya saat itu, adalah karena bayangan masa depan cerah putri kesayangannya yang hadir di matanya. Baru terungkap jelang aku dewasa, saat ia berkata bahwa ia ingin semua anaknya sukses, harus lebih baik dari dirinya. Bukan hanya materi, tapi juga ilmu dan agama.

Ketidaksempurnaannya dulu yang kini membuatku menapaki jalan dengan cukup ringan. Pun ketika bertemu rintangan, aku percaya bekalku bisa mencukupi. Ia ayahku, ayah yang menyayangiku dengan ketidaksempurnaannya – namun itulah yang menjadikan ia begitu lekat di hati.