Ada cap yang
menempel pada kelas yang satu itu. Kelas pasif, kelas yang bikin ngantuk, kelas
madesu, dan cap-cap lain semacam itu lah... Konon, saat kaki melangkah memasuki
kelas tersebut, hawa ngga semangatnya memang terasa pake banget, merebak sampai
ke tiap sudut ruangan. Kemampuan siswanya pun sangat biasa, bahkan ada beberapa
siswa yang sangat kurang dalam segi kognitif. Ibarat tingkat kepedasan camilan
ma*cih, dua belas tahun ngemil, mereka masih bercokol di level satu aja, nggak
naik-naik ke level sepuluh (emang ma*cih ada level satu ya??! ~yaa udah yaa
ngga usah dibahasss).
Siang itu saya duduk
di kursi di ruang guru, menimbang-nimbang. Apakah mungkin anak-anak di kelas
itu diberi penugasan berupa pementasan drama berbahasa Inggris, sedangkan
kemampuan bahasa Inggris sebagian dari mereka amat sangat kurang. Selain itu,
sikap pasif mereka juga menjadi masalah. Saya tidak ingin membebani siswa
dengan penugasan yang terlalu sulit yang malah semakin mereduksi semangat
belajarnya.
Saya bergumam, sebenarnya
tanpa mengharapkan respon dari siapapun, “Bisa nggak ya anak-anak kelas itu
pentas drama?”
Mas Dito, guru
olahraga yang sedang duduk di sebelah saya, tiba-tiba menyahut dengan cepat dan
yakin, “BISA!!”
Saya menoleh ke
arahnya, setengah bengong. Nggak menyangka dengan respon yang dia berikan.
“Bisa aja, kok.
Nggak ada yang nggak bisa. Semua bisa!” kata mas Dito lagi, memandang saya
dengan wajah serius.
Saat itu rasanya seakan
ada yang mencipratkan air ke wajah ketika saya sedang tertidur. Selain sebuah
suntikan semangat, ucapan dengan intonasi yang sempurna dari mas Dito,
mengumpulkan kesadaran saya yang buyar. Kesadaran bahwa semua hal memiliki
kemungkinan positif. Rupanya selama ini saya terbawa stigma tentang kelas itu,
kelas yang sebelumnya tidak pernah saya ajar. Baru tahun ini saya mulai
diamanahi menjadi guru bahasa Inggris mereka. Tapi segala stigma tentang mereka
sudah menempel lekat saja di kepala. Duh.
Secara tak sadar
sebenarnya saya telah meng-under-estimate
siswa saya sendiri. Saya merasa tak yakin dengan kemampuan mereka. Hal yang
berbahaya dalam sebuah proses pendidikan dimana seharusnya seorang guru dengan
telaten membantu para siswanya menemukan dan mengeksplorasi kemampuan, bakat
mereka, sehingga dapat dimanfaatkan dengan optimal. Bagaimana mungkin kemampuan
mereka tergali jika tak diberi kesempatan untuk menunjukkannya?
Setiap siswa pasti punya kekurangan. Namun
apapun kondisinya, mereka tetap memiliki hak untuk memperoleh kesempatan
mengeksplorasi kemampuan, tanpa batas, tentu saja dengan bimbingan guru mereka.
Maka, teruntuk
para guru yang mengemban tugas mulia, yakinilah bahwa siswa kita mampu, bahwa
mereka bisa melakukan apapun, tentu saja dengan sentuhan tangan kita dalam
prosesnya. So, tetap semangat!
Setuju kasih tantangan dan tawarkan reward agar menembus mental blocking
ReplyDeletemakasih sudah meninggalkan jejak kang Yayan, makasih juga apresiasinya :D
DeleteSemangat terus miss.
ReplyDeleteWalisongo gak seburuk yg dibayangkan kan ?
Hihi^^
:) thank you ya, Avivah :p
DeleteUdh di anonymous tapi tetep ya miss lia tau ini sayaa . Hahaha
ReplyDelete