Sudah nonton film Guru Bangsa
Tjokroaminoto? Belum? Better to watch it ASAP, karena jadwal tayangnya sudah mulai
berkurang di bioskop-bioskop. Sayang lho kalau ngga nonton…
Hummm… Sebenarnya saya bukan tipe
manusia yang doyan nonton di bioskop. Yaa, gimana yaaa, menurut saya siih, uang
tiketnya lebih baik dialokasikan untuk keperluan lain. Kalau mau nonton film,
mendingan streaming atau unduh, hehe… tapi untuk film-film berkualitas,
terutama film Indonesia ♫ ♪ aku relaaakan puluhan ribu rupiaaahku ditukar dengan tikeet bioskoop ♪♫ *ndangdut*
Well, well…
Sampailah saya pada waktu dimana teman-teman
di sekitar saya menjadikan film GBT buah bibir. Selain testimoni yang positif,
petikan ucapan HOS Tjokroaminoto yang dalam dan terkenal itu: “Setinggi-tinggi
ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat” bikin saya kepo, tertarik
dan segera menentukan jadwal nonton. Janjian sama ibu guru Nur dan bapak guru
kembar, Rokhman dan Rokhim, fix nonton hari Kamis, tanggal 23 April kemarin.
Sekitar lima menit sebelum film
dimulai, kami berempat sudah duduk manis di kursi studio. Nggak lama kemudian,
film dimulai. Kami disajikan adegan serius, adegan lucu, dan bagian film yang
disturbing (dikit sih…) yang bikin saya memilih untuk tutup mata. Ada pula bagian
yang bikin kening berkerut dan hati bertanya-tanya, “tokoh itu siapa sih?
Lokasinya dimana sih? Mau pergi naik kereta kemana sih?”. Dan bu guru Nur, si
perempuan Aceh bertanya, “konco-konco itu artinya apa sih?” hehehe…
Nonton GBT itu harus super nyimak.
Karena setiap dialog atau ucapan tokoh di film tersebut memberi petunjuk tentang
alur kisah dan nama-nama tokoh atau nama tempat yang tidak dideskripsikan
secara visual. Bagi penonton yang pengetahuan sejarah-nya biasa-biasa aja,
kalau ada dialog yang terlewat ia dengar, maka akan cukup sulit untuk memahami
kisah secara utuh. Contohnya saya, heuheuheu…
Bagi yang awam banget, film
berdurasi dua setengah jam ini mungkin memang terasa monoton. Tapi mungkin begitulah
hakikat (ceileh) film dengan genre biografi. Penonton yang ngga paham sejarah
dan ngga punya minat dengan sejarah, akhirnya Cuma punya dua pilihan saat
nonton: 1. Duduk bosan, dan 2. Ngobrol atau ketawa-ketiwi bareng rombongannya
untuk mengusir kebosanan. Sayangnya, kami berempat satu studio dengan penonton
awam yang tipe kedua, yang bikin suasana studio nggak nyaman dan membuyarkan
konsentrasi kami. Plis guys, kalo kalian merasa ngga cucok dengan film yang
ditonton, lebih baik langsung ke pintu EXIT atau bobok di kursi aja yaaaa…
Selesai nonton, lanjut acara makan
bareng, dari jam 6 sore sampai jam setengah 9 malam. Kami makan gaya siput yah?
Hehe… Maklum, nunggu pesanan lengkap aja butuh sekitar 15 menit, ditambah
diskusi dan browsing-browsing tentang film yang baru aja ditonton. Buat orang
seperti saya, yang masih lack of knowledge tentang sejarah, kegiatan pasca
nonton yang seperti ini yang penting. Film itu “hanya” pancingan untuk menggali
pengetahuan yang lebih banyak dari sumber-sumber lain. Misalnya gini nih, di
film GBT, ada murid-murid H.O.S Tjokroaminoto yang dikisahkan tidak terlalu
mendetail. Pasca nonton, akan sangat bermanfaat jika kisah mereka kita gali
sendiri secara lebih dalam dan lebih mendetail, bisa dengan googling atau
bertanya ke ahlinya. Buat nambah ilmu, jadi acara nontonnya bermanfaat.
Dari acara ngobrol-ngobrol sambil
makan itu, terkuaklah penilaian tentang film GBT ini. Kami satu kata untuk
kelebihannya: latar dan property yang benar-benar dikondisikan untuk sesuai dengan
situasi awal tahun 1900an. Sangat baik sekali. Pemeran-pemeran tokoh di film
tersebut juga berakting dengan baik. Wes, yang main kan sekelas Didi Petet,
Christine Hakim, Sudjiwo Tedjo, Reza Rahadian. Termasuk orang-orang
Belanda-nya, mantap aktingnya.
Kekurangan film ini, bagi kami
berempat (ini subjektif banget ya), adalah alur cerita yang rumit. Ada
bagian-bagian yang kami ngga ngerti. Menurut saya pribadi, konten film ini
sangat padat. Sutradara dan penulisnya ingin menyampaikan momen-momen penting
dan bersejarah yang dilalui oleh Tjokroaminoto, yang jumlahnya tidak sedikit.
Terbatasnya durasi menjadikan momen-momen itu terkadang ditampilkan dengan
sangat singkat. Ini yang sangat mungkin membuat penonton gagal paham dalam
menangkap kisahnya. Jadi, alangkah baiknya bagi yang mau nonton film ini untuk membaca
biografi H.O.S Tjokroaminoto terlebih dahulu sebelum masuk bioskop. Biografi yang
singkat saja, misalnya dari Wikipedia, akan sangat membantu mencerna setiap
bagian film ini.
Jadi…..
Terlepas dari kekurangannya, film
Guru Bangsa Tjokroaminoto adalah salah satu yang layak direkomendasikan untuk
ditonton. Ini film dengan genre bagus: biografi, yang sarat dengan pengetahuan,
nilai-nilai humanism, nasionalisme dan kearifan yang bersifat universal. Berapa
banyak produser yang mau bikin film seperti ini? Rasanya ngga banyak. Nah,
mumpung ada yang bikin, mari kita ramaikan bioskopnya, hehe… Kalau sebuah film
laris kan biasanya banyak produser lain yang akan mengekor bikin film serupa… Jadi, nanti akan banyak juga film-film
berkualitas beredar… Kita nantikan film
berkualitas lainnya ya… J
hai mbak lia :D ..
ReplyDeleteHaluuuu :-) how's ur day going?
ReplyDelete