Pernah dengar kisah oknum guru yang
dilaporkan ke polisi karena dinilai mengintimidasi siswa? Pasti pernah juga.
Tapi pernahkah ada lintasan pikiran bahwa
guru tersebut bisa jadi tidak sepenuhnya salah? Atau pernahkan muncul sebuah
pertanyaan, mengapa seorang guru bisa melakukan hal tersebut? Semoga pernah.
Karena dari lintasan pikiran dan pertanyaan seperti itulah fairness bisa dimunculkan.
Ada sebuah kejadian yang dialami rekan
saya, seorang guru pastinya.
Saat beliau sedang mengajar, siswa ribut.
Beliau berdiri di depan kelas, berujar kepada mereka, “Cobalah hargai gurumu.”
Tiba-tiba seorang siswa maju, tangannya menggenggam
sejumlah uang, kemudian menyodorkannya ke rekan saya tersebut, “Ini bu, saya
hargai seribu lima ratus.”
Luar biasa! Luar biasa tidak sopan! Ibu guru itu tak bisa berkata-kata.
Saat ngobrol dengan saya setelah kejadian
itu, beliau bilang, “Saya guru baru mutasi di sekolah ini miss, jadi saya
diamkan saja.”
Saya menghela napas, “Ibu, apapun status
ibu, siswa itu melakukan hal yang sangat tidak sopan, dan harus ada sanksi yang
diberikan agar dia tahu bahwa tindakannya salah!”
Ingin sekali saya ada di posisi beliau
saat kejadian berlangsung, menggantikannya. Sangat ingin. Jika saya adalah
beliau, yang pertama akan saya lakukan adalah menatap mata siswa itu
lekat-lekat. Setiap tatapan berbicara. Lalu saya akan berujar dengan penuh
kesungguhan, bukan bentakan. Karena anak tidak pernah tersentuh dengan bentakan.
“Ambil uangnya, nak. Miss tidak butuh
uangmu. Sekarang silakan tunggu di luar kelas, pikirkan apakah kamu BUTUH ILMU
yang Miss bagi di sekolah ini. Jika kamu BUTUH, kembali masuk ke kelas, minta
maaf dan berjanji untuk menghormati gurumu.”
Kira-kira begitulah yang akan saya
katakan. Ada kata-kata kunci yang ketika diucapkan harus ditekankan. Kata-kata
itu yang saya caps lock, yang
memudahkan siswa memahami maksud ucapan saya: bahwa ia membutuhkan seorang
guru, sehingga harus dihargainya.
Dalam situasi seperti yang saya kisahkan
diatas, tentu secara umum kita sependapat bahwa hal tersebut sangat potensial memancing
emosi guru. Ada guru yang bisa menyikapi dengan bijak, namun sebagian yang
lain, karena adanya faktor x dan x dan x, bisa saja melakukan tindakan tanpa
pikir panjang, memukul misalnya.
Guru memang dituntut untuk bisa sabar,
mengayomi, menjadi teladan dan mengajar dengan benar. Tapi guru bukan malaikat
yang bersih suci tanpa secuil kesalahan pun. Ada momen-momen dimana ujian
kesabaran itu luar biasa berat. Guru punya kehidupan pribadi yang mungkin
terisi dengan segudang masalah. Yang karena sisi manusiawinya, tanpa bisa
ditahannya, berpengaruh pada performa di kelas. Jika profesi lain rata-rata bekerja
berhadapan dengan barang tak bergerak, maka guru berhadapan dengan siswa yang
punya rasa, punya hati (bukan cuma rocker aja yang punya ya! :D). Friksi amat sangat
mungkin terjadi antara perasaan guru dengan perasaan siswa. Ini alamiah saja.
Pasti ada pendapat: bukankah apapun
kondisinya guru tetap dituntut untuk profesional? Betul. Tapi guru ini manusia.
Mau dituntut sampai tingkat profesionalisme setinggi apa? Sampai tak ada cacat
dalam melaksanakan kewajibannya? Sorry to
say, tidak mungkin. Sesama manusia harus saling pengertian lah ya.
Tak etis rasanya hal-hal yang seharusnya
bisa dibicarakan secara kekeluargaan tetapi malah dibawa ke jalur hukum,
apalagi menyeret media untuk memblow up kasusnya. Yang ketika berita-berita di
media itu beredar hangat, sebagian orang menjadi merasa lebih superior dan
merasa bisa menaklukkan dan mengatur-atur guru. Permasalahan kecil yang terjadi
di sekolah, yang hanya perlu kelapangan hati dari kedua belah pihak untuk
menuntaskannya, menjadi begitu kompleks dan berkepanjangan.
Yakinlah, bahwa tak ada guru yang ingin
siswanya bodoh, tersakiti fisik dan jiwanya. Tidak ada. Jika pun ada kejadian
yang dirasa tak pantas dilakukan oleh seorang guru, lebih elegan jika kedua
belah pihak (orang tua ataupun guru) mengedepankan dialog, menggali permasalahan
dan merumuskan kesepakatan berlandaskan win win solution. Jika ini yang
dilakukan, maka ini akan menyelamatkan seluruh pihak: orang tua, guru dan bahkan
siswa yang bersangkutan itu sendiri.
Inspiratif banget Tulisannya...Salut
ReplyDeleteTerima kasih sudah mampir dan meninggalkan jejak. Mari berbagi inspirasi :)
Delete